Dalam secangkir kontradiksi
Aku lupa,
angin yang biasanya datang menjemput bisuku
telah berubah jadi beliung
yang meliuk menampar jiwa kanakku
aku lupa,
di kidung pagiku
tak bersisa embun yang menetes keperakan
tapi siulan cahaya
yang bertalu
diantara guguran daun pohon Willow
aku lupa,
mutiara hati tak hanya berkilau
mengabarkan keanggunan pekerti
tapi juga dapat menggelap pekat
menelan hitam yang tak tembus cahaya
dan aku tidak ingat,
saat tarian pena kumulai,
pedang itu tengah kumainkan...
Pagi ini,
bibir cangkirku retak dalam kontradiksi
yang kubiarkan masuk perlahan
dari teko kebimbangan..
Haruskah kulekatkan?
Atau melepaskan setiap serpihan
yang bisu dalam satuan waktu..
'dalam secangkir kontradiksi..'
2 komentar:
aku lupa akan senyummu
yang telah larut dalam kemelut
aku lupa akan rupa wajahmu
hehehe...
puisi yang bagus. Trus nulis yah...
aku lupa,
ini guru fisikaku ataukah sastrawan?hehe....
Posting Komentar