Nirma Yawisa

aku dan sepenggal bait hidupku...

AKSELERASI DINI – tentang mereka dan ARUS


AKSELERASI DINI – tentang mereka dan ARUS

Selayang pandang sudah selesai dilaksanakan. Banyak hal yang menjadi hambatan, namun sebetulnya aku tidak begitu peduli. Apa yang aku dapatkan lebih banyak dari  pada masalah yang dilalui: harga yang sangat pantas untuk apa yang aku sebut akselerasi dini.

Akselerasi dini? Ya, sebagai kakak  (ketua divisi terlalu formal dan dangkal untuk suatu hubungan yang kami bangun) :P, ada rancangan pendekatan dan tahapan kesolidan yang ditargetkan. Seorang kakak bertanggung jawab untuk  mendewasakan adik-adiknya, memahami kebutuhannya, mendorong aktualisasi potensinya, menampung aspirasinya, memberikan lebih dari sekadar harapan, dan membantunya mencapai diri terbaik yang bisa diusahakan. Yang unik dari komunitas ini adalah hal-hal tadi. Kaderisasi dilakukan bukan hanya berdasarkan prediksi kemampuan dan potensi, tapi juga jalinan kedekatan dan komunikasi.  

Target dari kakak (baca: ketua divisi), bukan hanya targetan program bulanan, tapi juga capaian kedekatan kakak-adik. Sejauh mana si kakak bisa mengayomi adiknya, dan membuat si adik nyaman dengan keberadaannya. 

Dan melihat mereka, aku sadar, betapa banyak potensi yang bisa mereka kembangkan. Ada yang pemain futsal, ada yang pemain basket, ada yang penyiar radio kampus, ada yang hobi masak, ada yang telaten mengurus anak kecil, ada yang bisa nyanyi, ada yang punya jaringan sosial yang luas, ada yang kreatif, ada yang suka nulis, ada yang suka travelling, ada yang pernah jadi model, ada yang suka wirausaha, banyak hal yang bisa ditemukan dari diri mereka.  Kalau melihat pada karakter, lebih unik lagi, ada yang pendiam tapi begitu humble, ada yang rame, ada yang suka ceplas-ceplos, ada yang kekanakan, ada yang cuekan, ada yang dingin, ada yang pencemas, ada yang galau-an, ada yang suka menghilang tiba-tiba, ada yang suka kepo.haha… (ini ketawa sambil nangis terharu).

Kegiatan Selayang pandang (10 Februari 2013) membuat aku melihat diri mereka yang tidak aku tahu sebelumnya, aku melihat bagaimana mereka berkomunikasi satu sama lain, aku melihat bagaimana mereka mengelola emosi negatifnya saat teman ada yang tidak bisa dihubungi atau mendadak bilang tidak bisa, aku melihat bagaimana mereka menyiasati setiap hambatan, aku melihat mereka mengelola tekanan pada diri mereka, aku melihat bagaimana setiap orang ‘bekerja’ dengan caranya. Dan aku merasa (semoga ini bukan hanya perasaanku saja) keakraban yang terjalin jadi lebih kuat: kita ujan-ujanan bareng, kita makan nasi goreng yang super duper banyak (rekomendasi cowok.haha..), kita stress bareng, kita komunikasi non-stop selama beberapa hari. 

Juga tentang diriku yang gampang riweuh. Aku paham betul bagaimana diriku yang punya toleransi yang kecil terhadap stress. Haha.. aku banyak belajar mengelola emosi, mengatasi tekanan, dan bersikap terbuka. Pemateri yang masih belum ada kejelasan sampe H-beberapa jam, sampai plan A – Z rasanya sudah dihubungi. Jumlah peserta yang tiap menit bisa berubah. Datangnya peserta yang gak tentu. Ngaretnya panitia yang harusnya briefing dulu. Ngaretnya pengisi acara yang harusnya check sound dulu. Ditambah orang-orang baru yang bermunculan untuk membantu. Itu semua menuntut perubahan yang luar biasa pada diriku. Aku yang susah bersosialisasi dan berkomunikasi mau tidak mau mulai bergeser untuk berubah.

Evaluasi (13 Februari 2013) benar-benar jadi refleksi meski hanya Dewi, Gina, Eli, Achi, Nurdin, Haryo, Gilang, Aku, dan Hani. Bukan jadi ajang buat menyalahkan seperti kebanyakan orang, tapi jadi introspeksi diri dan melihat hikmah apa yang bisa didapat. Ada yang menyadari bahwa dia terlalu mengambil pusing setiap detail yang kami rencanakan, ada juga yang sadar dia terlalu nyantai menanggapi situasi. J Great. Tidak semua orang bisa melihat refleksi dirinya dengan jelas, hanya orang-orang luar biasa yang mampu melihat dirinya tanpa menambah atau mengurangi. 

Akselerasi dini. Kami baru bersama selama kurang lebih 3 bulan ini, dan mereka lebih dari sekadar yang aku bayangkan. Semoga pendewasaan itu berlanjut hingga puncaknya. Aamiin..

Read More......

Surat Luka tanpa Nama

Aku berharap hujan cukup deras, sehingga aku bisa membuatnya pulang dengan alasan yang cukup membuatmu segan.

Aku berharap aku bisa menarikmu keluar dari sloki-sloki suram itu dan mengajarkanmu bertahan dengan pelita dalam hati.

Aku berharap aku cukup keras untuk memberimu lebam tamparan yang membuatmu membuka mata.

Aku berharap aku juga cukup lembut untuk membuatmu meraih tanganku dan menepis rentang kelam yang berjaga untukmu...

Darahku sudah mendidih.
Muak untuk seluruh kebodohan yang terpancar setelah Dia mengajarimu membaca
Muak untuk seluruh rengkuh gelap setelah Dia memberimu cahaya
Sungguh saudaraku, aku menyayangimu.
Aku menahan jeritku hingga aku menemukan cara yang bijak untuk bicara
Aku menahan tangisku hingga aku menemukan cara tepat untuk menunjukkannya padamu
Aku menahan geramku hingga aku menemukan cara terbaik untuk menggapaimu.

Kau mampu melakukan banyak hal, termasuk harga diri itu untuk satu nama yang tak berkuasa apapun atasmu
Kau mau mengubah sebagian besar dirimu, termasuk statusmu yang paling berharga sebagai kekasihNya, hanya karena nama yang bahkan tak pantas untuk kusebut..
Gadaikan dirimu!
Lalu kau lihat, kekal itu menantimu dengan amarah.

Aku tak mengerti.
Nama itu punya kuasa apa atasmu?
Apakah dia menjaga nafasmu untuk tetap hangat sepanjang tahun-tahun kehidupanmu?
Apakah dia memelihara dirimu hingga dewasa dan matang kini dirimu?
Apakah dia yang memberimu karunia yang membuatmu berbangga atas lihainya dirimu?
Apakah dia pula yang menjagamu siang-malam untuk memastikanmu tumbuh berkembang hingga saat ini?
Apa yang sudah dia beri untukmu????
Cuma racun.
Tak lebih.
Racun yang paling hitam dan kotor sehingga kau sulit melihat lembut kasihNya yang mengalir dalam darahmu
Cuma sebongkah bara
Yang melepuhkan kulitmu dan membuatnya sulit memegang pilar-pilar cahaya yang membimbingmu padaNya
Cuma senoda tinta.
Senoda yang kau remehkan hingga tak sadar lingkar hitam itu melebar ke tepian-tepian qalbumu dan membuatmu buta tanpa arah

Aku menyesal.
Aku menyesal.
Aku menyesal.
atas kasarnya lidahku sehingga uluran tanganmu mengendor
Atas lalainya sikapku hingga nama itu menyelinap di hatimu dan mencuri ruang yang besar

Nama itu yang kurasa mulai bersanding di dipan yang seharusnya terisi keberadaanNya.
Nama itu yang kurasa mulai menggejolak di dadamu
Nama itu..
Yang aku benci.

Aku marah.
Nama yang sumbang itu membuatmu memilih luka dibanding lelah menuju cahaya
Nama yang sumbang itu membuatmu memilih cela dibanding kemuliaan
Nama yang sumbang itu membuatmu memilih menjadi pecundang yang keluar lapangan, padahal kemenangan itu sudah di depan mata!

Sungguh aku menyayangimu, saudaraku.
Lepas tangannya.
Aku mohon.
Atau raih dia juga, atas namaNya
Bukan untuk kebahagiaanmu.





Jatinangor, 26 Desember 2012

Read More......

Sudah Desember, Sayang....


Sudah Desember, Sayang.
Ayo bangun dan mulai berhitung
Sebelas bulan lalu nada sumbang apa yang kita bicarakan
Mungkin segurat lelah menyisa
atau malah menguat?
Aku terkadang menyesal,
waktuku terlumat dalam tidur panjang atau gumam kesal
Januari menanti kita tanpa ramah tamah

ah, siapkah?
karena perjuangan  tak punya akhir selain mati
atau menang yang hakiki
sedang kita belum berubah
sedang kita masih menyuap sia
sedang kita masih memandang lemah diri
sedang kita masih punya keluh dibanding karya

Sudah Desember, Sayang.
Januari menanti tanpa ramah tamah.



Lengkong, 9 Desember 2012.


- lama g nulis. :) feel free. semangaaattttt.... target tahun depan menanti.

Read More......