aku dan sepenggal bait hidupku...

Aku Menamakannya Ikhlas...


Jika rasanya ringan,
           genapkan keyakinan.
Ringan itu ada atas penghambaan padaNya....

Jika rasanya berat,
            biarkan degup gentar itu mati
karena ketundukanmu lebih kuat....

Berjalanlah tegap,
           dengan sayap berbulu halus dan melayang...
atau
          dengan remahan janji yang kokohkan jiwa...

Berjalanlah tegap,
         dengan wewangi ruh yang terus menguat...
atau
        dengan sengat ketakutan atas pengingkaran...



Untuk itu semua,
kunamakannya ikhlas.....




Jatinangor, 21 Desember 2011
hujan yang merinai dan kesendirian yang menelan.....

Read More......

Here We Are, Pals....

"world's crowded,
but my side's no one."

"everyone's running for the countdown,
what if I gonna take bomb?
explode the loneliness, carelessness,
mask of life."

there're people called friends, I knew that.
stop asking and questioning,
stop being irritating for the absence
stop exploding the anger,
how gonna make you understand?

Read More......

Sebelum Aku Benar-benar Mati



Waktu berlalu dengan detak yang tersendat, entah apakah karena tarikan nafasku memberat ataukah gemintang di ufuk barat meredup letih menggenggam hatiku? Lama sekali tak sendiri menyusur rangkaian alfabet di tombol-tombol hitam yang berderet rapi. Lama sekali, tak mengisi imaji dengan menguas tinggi-tinggi warna metalik langit. Sangat lama. Dan jernih itu menguap di ujung jemariku. Semuanya menjadi terlalu sulit untuk kugenggam bersama bait. Segalanya terlalu berat untuk kurangkai di tiap tarikan pena.

Aku mati. Imajiku menghilang terpapar kesal; kesal akan jemu yang mengiringi hati, kesal akan kelunya jari untuk menari, kesal untuk lubang hitam yang masih saja menganga di hati. Apakah ini masih diriku? Apakah jemari ini masih mampu bercengkrama riang di sudut kosong? Apakah nafas berrima itu hilang begitu saja? larikan saja aku. Larikan saja aku dari ketergagapan membingkai frasa, larikan aku dari larik-larik kosong yang menjejak di hamparan. Larikan aku!!!! Sebelum aku benar-benar mati.

Angin mungkin tak lagi bersenandung Claire de Lune buatku. Kunang mungkin tak lagi berpijar bintang di mataku. Malam mungkin tak lagi berjubah di bayangku. Ah... larikan aku dari sini. Sebelum aku benar-benar mati.


Jatinangor, 12 Oktober 2011

Read More......

Karena Kau Berharga, Saudaraku...

Bismillah...
Bagi yang menjenguk pagi dan meretas senja, lafalkan ini sejenak saja:

Meminang cahaya shubuh,
menangkap sinar emas di gemawan,
adakah beda
dengan melepas rimbun di pematangan hari gelap,
atau merelakan jingga memerah, ditelan pekat kemudian?

Pagi mungkin membuatmu lalai,
menengadah untuk menyingkapi geletar mahaNYA,
atau senja membuatmu putus asa, mengais sisa cahaya bernafas gemintang.

Pada keduanya, ujian itu ada. Berbahagialah.
Kau akan diuji dengan keduanya,
sambutlah.
Karena kau berharga, saudaraku...
Dan Allah menyayangimu.


Ciseke, 29 September 2011.

Read More......

Didih ini Tak Boleh Menguap Begitu saja..

Ada yang bergelak tawa;
mendewakan lelaki tak berjubah,
                yang begitu ringkih menyematkan bunga-bunga palsu di jemari,
                yang menasbihkan derap-derap jantung untuk mati,
                yang sibuk mengais benih sampah yang dia bilang cinta,
                yang tak sungkan merusak dengan membabi buta.

Kau mau aku diam?
Tidak bisa, sayang....
Didih ini tak boleh menguap begitu saja..


Ada yang tersipu mengulum malu, bahagia;
menyanjung lelaki berjubah sutera,
              yang melantunkan stanza Rumi tanpa punya muka,
              yang menjanjikanmu terbang menuju sidratul muntaha,
              meminang dalam doa-doa semu yang bertebaran di pesan masukmu,
              yang berencana menyemai mimpi-mimpi biru sebelum ia tiba di pelaminanmu,
              yang dengan lugunya mengatakan akan mempersiapkan diri selama bertahun-tahun.

Kau mau aku terlonjak gembira mendengarnya?
Tidak akan, sayang...
Didih ini tidak boleh menguap begitu saja..

Read More......

(tanpa) nisbi

Apakah masih menisbi batas yang kurentang?
Padahal baitku hitam, 
        sejelas remuk tinta yang bertebar pada nisan. 
Padahal tak ada dentang bimbang 
        pada renyah suara yang tak terlisankan. 
Bungaku tak akan mekar sebelum hujan cahayaku tiba, 
    tak akan. 

Boleh saja menguas warna hijau pada langitku, 
menggores jemari dalam kalamku, 
atau memeta mimpi yang pernah kutahu, 
tapi sudah jelas bagiku: 
          kuncupku masih bertahan. 
Sebab hujan cahaya itu belum datang. 
Jangan menantinya. 


Hei, masih menisbikah jarak yang kurentang? 
Jangan coba melewatinya. 
Aku akan mati.

Somewhere, Juli 15th 2011

Read More......

Bukan, sayang...

Bukan tentang mengeluarkan keberhargaan di mulutmu,
Bukan tentang menaburkan begitu saja remah kebaikan,
Bukan tentang lelah yang mengering saat masa penghabisan tilawah,
Bukan tentang pena yang menuliskan kalam cahaya,
Bukan tentang keterasingan yang tidak terjembatani antara kau dengan dunia,

Bukan, sayang.


June 28th, 2011

Read More......

Berlepaslah!

Diam.
Degup itu mungkin saja kau telan...
Aku memang tak tahu,
dan kurasa tak perlu tahu.

Gumam yang terlepas setiap kali bermunajat,
bening yang meleleh untuk penghibaan,
apapun itu,
masihkah terselip merah bernoda?
Aku juga tak tahu.

Mengapa sulit?
Padahal begitu sederhananya untuk terpikat
pada deraian hijaiyah...

Berlepaslah!
Sebab waktu yang terbangkitkan karenaku
tak akan pernah memberi sehela nafas untuk menghidupkanmu,
tak akan mampu menjaga detak segar di dada kirimu,
atau meregangkan lelah di penghujung senja yang merenda.

Berlepaslah!
Aku ini seserpih ilalang di penghabisan..
Bagaimana hamparan jagat tak juga kau hiraukan?

"Berlepaslah!"


Jatinangor. 10 April 2011

Read More......

Pohon (di) Tepian Hati

Bukan usai, aku menahan rindang di tepian hati
reranting mungkin telah patah,
kawanan daun menjingga lalu terbang mengelana
dan batang pun menolak tuk tetap kokoh, menghadang badai
kukira usai. Selesai.
Namun henti itu tidak bersarang pada akar
tumbuh menjadi lebih menyakitkan..

Ah...padahal kubilang tak tersisa
Salah, bodoh!
Harusnya bersegera kukoyak resah yang mengakar,
lalu tanahku kutebar bibit keagungan
biar ranum senja gelisah melihat buahnya,
dan angin nakal tak lagi mempermainkan keanggunannya..



Jatinangor, 26 Februari 2011
diksiku (masih) bermasalah..

Read More......

Serpih Kenangan


Seperti sebuah spiral, aku terus menerus berjalan di tempatku. Entah bagaimana. Aku sekarang tertawa saja, membayangkan malam-malam yang basah oleh air mata. Sungguh luar biasa, hal yang belum pasti apa namanya membuatku begitu sesak dan sulit bernafas. Tertawa saja, mengingat hari-hari yang kuhabiskan dengan tersenyum riang karena hal-hal kecil yang tak semua orang menganggapnya berharga. Apa ini bernama? Aku tidak tahu.

Aku mengingat semuanya, aku menyimpan seluruh detail kenangan dalam frasa-frasa singkat di hati. Apa yang bertebaran di langitku? Banyak. 

Serutan hijau kecil…

Cangkir putih mungil..

Sebotol besar air mineral…

Buah pinus..

…………..
………….
………….

Apa ini bernama? Aku tidak tahu. Hanya ingin menunggu, sampai tawaku benar-benar genap untuk menganggapnya cukup bodoh. Menunggu saat yang tepat untuk membebaskan jiwaku dan berkata, “ Selamat Tinggal….”

Read More......