aku dan sepenggal bait hidupku...

Surat Luka tanpa Nama

Aku berharap hujan cukup deras, sehingga aku bisa membuatnya pulang dengan alasan yang cukup membuatmu segan.

Aku berharap aku bisa menarikmu keluar dari sloki-sloki suram itu dan mengajarkanmu bertahan dengan pelita dalam hati.

Aku berharap aku cukup keras untuk memberimu lebam tamparan yang membuatmu membuka mata.

Aku berharap aku juga cukup lembut untuk membuatmu meraih tanganku dan menepis rentang kelam yang berjaga untukmu...

Darahku sudah mendidih.
Muak untuk seluruh kebodohan yang terpancar setelah Dia mengajarimu membaca
Muak untuk seluruh rengkuh gelap setelah Dia memberimu cahaya
Sungguh saudaraku, aku menyayangimu.
Aku menahan jeritku hingga aku menemukan cara yang bijak untuk bicara
Aku menahan tangisku hingga aku menemukan cara tepat untuk menunjukkannya padamu
Aku menahan geramku hingga aku menemukan cara terbaik untuk menggapaimu.

Kau mampu melakukan banyak hal, termasuk harga diri itu untuk satu nama yang tak berkuasa apapun atasmu
Kau mau mengubah sebagian besar dirimu, termasuk statusmu yang paling berharga sebagai kekasihNya, hanya karena nama yang bahkan tak pantas untuk kusebut..
Gadaikan dirimu!
Lalu kau lihat, kekal itu menantimu dengan amarah.

Aku tak mengerti.
Nama itu punya kuasa apa atasmu?
Apakah dia menjaga nafasmu untuk tetap hangat sepanjang tahun-tahun kehidupanmu?
Apakah dia memelihara dirimu hingga dewasa dan matang kini dirimu?
Apakah dia yang memberimu karunia yang membuatmu berbangga atas lihainya dirimu?
Apakah dia pula yang menjagamu siang-malam untuk memastikanmu tumbuh berkembang hingga saat ini?
Apa yang sudah dia beri untukmu????
Cuma racun.
Tak lebih.
Racun yang paling hitam dan kotor sehingga kau sulit melihat lembut kasihNya yang mengalir dalam darahmu
Cuma sebongkah bara
Yang melepuhkan kulitmu dan membuatnya sulit memegang pilar-pilar cahaya yang membimbingmu padaNya
Cuma senoda tinta.
Senoda yang kau remehkan hingga tak sadar lingkar hitam itu melebar ke tepian-tepian qalbumu dan membuatmu buta tanpa arah

Aku menyesal.
Aku menyesal.
Aku menyesal.
atas kasarnya lidahku sehingga uluran tanganmu mengendor
Atas lalainya sikapku hingga nama itu menyelinap di hatimu dan mencuri ruang yang besar

Nama itu yang kurasa mulai bersanding di dipan yang seharusnya terisi keberadaanNya.
Nama itu yang kurasa mulai menggejolak di dadamu
Nama itu..
Yang aku benci.

Aku marah.
Nama yang sumbang itu membuatmu memilih luka dibanding lelah menuju cahaya
Nama yang sumbang itu membuatmu memilih cela dibanding kemuliaan
Nama yang sumbang itu membuatmu memilih menjadi pecundang yang keluar lapangan, padahal kemenangan itu sudah di depan mata!

Sungguh aku menyayangimu, saudaraku.
Lepas tangannya.
Aku mohon.
Atau raih dia juga, atas namaNya
Bukan untuk kebahagiaanmu.





Jatinangor, 26 Desember 2012

Read More......