Anggapmu aku apa?
Tempatmu melandas untuk menyapa awan?
daramu yang kau pikir bisa melukis Arsy?
Tempatmu bertolak demi hujan yg menjanjikan pelangi?
Aku tak pernah punya angan
aku tak pernah menanam harap
aku tak pernah.
Bahkan untuk memejamkan mata demi mimpi pun aku tidak.
Cukup kamu dengan kilau janjimu
dengan taburan mutiara kasih
memang tak membuat detak
memang tak berdesir kuat
tapi cukup untuk membuat paham,
menjdi setitik celah untuk jiwaku
sedikit memerahkan rautku
kini,
kamu baru tersadar
langit lain lebih luas tuk kamu dekap
dengan ruas pelangi d setiap kakinya
kenapa kamu menyapa langitku?
Terbang dengan pongah,
anggun memeluk bintangku
kenapa?
Bila sekarang kau menukik manja
melayang pada mega yg tak kupunya?
Cukup. Sejak awal aku tak mau.
Dan seharusnya kamu tahu,
ini menyesakkan.
Meski aku tak berharap,
aku kecewa. Sangat.
Read More......
aku punya apa selain hati? yang bahkan diremehkan-seringkali diragukan. aku tahu dari tawa mereka yang menghinakan, dari ledekan mereka yang memekakkan telinga. aku perempuan tak berhati, begitu kata mereka. yang benar saja? aku merasa terluka. bukankah itu bukti betapa hatiku tak sekeras yang mereka katakan? apakah karena tak pernah ku tersipu, karena tak jarang aku gusar akan manis mereka? Aku rasa – sudah seharusnya kita (wanita dan laki-laki) saling menjaga diri. Kadang aku dibuat kecewa oleh (maaf) ikhwan – lelaki yang kuanggap sudah bisa dan paham akan pentingnya menjaga hati. tanpa bermaksud menganggap keji perbuatan mereka yang menggoda akhwat, meski aku sebetulnya menyayangkan. Tidakkah mereka mengerti? Betapa muslimah adalah tetap seorang wanita, yang akan tersipu jika dipuji, yang akan tersentuh dengan perilaku yang dibuat menawan (maaf, jika kesannya menuduh.hehe..).
Tanpa berniat memprovokasi, aku rasa kita harus renungkan bersama. Seorang ikhwan kadang aku dengar menggoda akhwat dengan kalimat yang dibuat se-islami mungkin, " tahu gak, Aisyah ra juga seperti kamu lho, emosional." Aku dibuat terhenyak mendengarnya. Ya Rabb… sungguh tak terkatakan lagi bagaimana malunya. Tak jarang ada yang berjanji, "Ukh, saya akan khitbah setelah lulus SMA". Ya ampun..kesannya memaksakan sekali. Duh, ikhwan.. kenapa kalian tega meracuni kami? (maaf, ya.hehe..) kami punya hati yang sama-sama mudah ternodai, meski kami upayakan banyak hal untuk mencegahnya. Di sini, aku cuma sedikit berbagi, semoga apat menjadi bahan muhasabah untuk kita semua.(NNS)
itu adalah masaku
masa kecintaanku pada kelabu
yang menggantung di bibir langit..
berlarian ke sela yang tak mungkin
dan tak bisa kuhela..
setiap titik pun meniupkan hidup sebuah imaji..
Imajiku tentang hujanku
imajiku tentang semua kemurahan hati sang langit
aku alpa,
dalam kemurahan itu
ada gelegak marah yang tak bisa dibendung
pijar-pijar tajam yang melumat keras yang mengerak
ada detik detik yang meningkahi langkah siput
berantakan, kacau!
aku benci untuk tidak menyenanginya...
sebab hujanku akan tetap menjadi hujan
yang menyambung nafas dunia
yang tersenyum dalam biduk pelangi
kesemuanya..
Tentu saja aku mau
jemariku tak hanya terlindung di balik tudung
tak cukup dengan menuding
'kan kubawakan seikat tahta buatmu
Tentu saja aku mau
meletakan semua kepingan pada tempatnya
melewati setiap desak yang buat berserak
tapi pelukku tak sampai pada hatimu..
Apa yang bisa aku lakukan?
karena semua mauku
tak punya hak untuk bicara demi senyummu
tentu saja aku mau, sahabat
mengikat setiap nafas yang terlepas
menangkap setiap desir hati yang tak terungkap
menabur pelangi di ujung hari
Jika saja itu bisa membuatmu memaafkanku,
aku mau.
-----------------------------------------------------------------------------------------------
note : ini hadiah Idul Adha dariku.. di samping sepenggal do'a yang terajut untuk kalian, sahabat...
Aku suka caranya tersenyum kecut pertanda tak setuju, aku suka keterbukaannya dalam ketidaksetujuan yang biasa kumaknai diam. Aku menyukai perbedaan kita. kita saling melempar tuduhan, yang kita ketahui sama-sama bahwa tak ada satu pun yang benar. Ini hanya cara kita untuk sebuah persahabatan.
Cara kita untuk sebuah persahabatan. Caraku – akhirnya kusimpulkan hal itu ketika semuanya meledak.
“ aku muak.” Dania menerjang batinku dengan telaknya. Aku hampir saja merasakan bahwa duniaku berhenti berputar.
“ kenapa? Ada apa? Apa yang terjadi?”. Aku tidak dapat menahan diri untuk mengeluarkan selongsong pertanyaan yang biasanya kubiarkan tetap tergantung rapi.
“ pikirmu, aku ada untuk mendengar semuanya – hal-hal yang kamu katakan? Telingaku tak hanya berfungsi untuk itu. dan aku jenuh.” Kelebat-kelebat masa lalu berputar bergantian dengan cepat. Masa perkenalan kami, tawa kami, kekonyolan kami, dan kini semuanya terasa tak punya arti. Lidahku kelu. Serbuan air mata telah siap meluncur dibalik pelupuk mata, aku merasa bodoh dan malu.
Dania berbalik pergi tanpa sempat aku tersadar dari belalak mataku. Aku tahu dia membenci air mata, karenanya aku tak akan pernah menangis di depannya. Tak akan pernah. Aku mengenalnya lebih dari apa yang orang lain bayangkan – semula aku berpikir seperti itu. tapi itu tidak lebih dari sangkaku selama 4 tahun.
Jika kamu bertanya,
sehebat apakah kamu di mataku?
bagaimana bisa aku menjelaskan
sedang matamu saja memberikan lautan tanya
buatku mencari jawab
jika kamu bertanya,
seberharga apa kamu di mataku?
bagaimana bisa aku menilai,
sedang badaiku yang mengamuk semalaman
bisa menjadi bgitu meneduhkan saat kamu di sisi
Jika kamu bertanya,
tentang artimu padaku
sama saja dengan mempertanyakan
sang camar yang bersahabat dengan cakrawala
kenapa?
apa?
bagaimana?
aku hanya dapat menggeleng
dalam bingungku
cukupkan tanyamu, dan percayalah.
aku memang ada tanpa sayap
aku memang ada dengan dua tangan
tapi itu cukup untuk merengkuhmu, sahabat...
Tak cukup kau ajari aku
dengan laku
sebab arti yang berlaku
tak setunggal yang kau mau
tak cukup kau ajari aku
dengan paras tak setuju
karena itu tak membuatku tahu
letak kesalahan yang berbuntut kelu
tak cukup kau ajari aku...
Persahabatan kita, rumit bagiku
pemahaman dangkalku yang menerjang jurang
curam tanpa dasar...
Tangan ini menggenggam udara,
sementara sungaiku memancar tanpa pengertian
kau bukan tongkat
untuk menuntunku
kau bukan malaikat
yang terbangkan waktu...
Kau sahabatku!
Read More......
Mudah saja,
Beri aku sedikit lekukan pada bibirmu
Maka aku akan menghambur dengan tawa
Mudah saja,
Caci aku ketika cekik itu ingin kamu lepas
Dan aku akan mengerti apa maumu
Mudah saja,
Perlihatkan celaku yang teramat fatal
Gunakan kata paling ampuh tuk buatku mengerti
Betapa salahnya aku – dan dimana letak sebuah kecacatan itu
‘kan ku ubah semuanya
Mudah saja,
Tuk katakan ini.
Tapi kemanakah hati ini akan pergi?
Meski ingin kuhentikan masaku
Meski ingin kusingkirkan kepedulianku
Aku masih di sini.
Entah menanti apa atau siapa
Entah .
Read More......
Masih kubaca pesan itu. berulang-ulang.
mencoba mencari kemungkinan lain.
Aku tidak bodoh, aku suka sekali syair.
Tapi entah kenapa syair ini kubaca tanpa henti.
Bahasanya mudah saja, beberapa larik dicatut dari sebuah lagu
Tapi, aku menatap lama, seolah menemukan sebuah naskah kuno
dalam bahasa sanskrit
Mungkin aku senang, mungkin juga tidak.
Semua hal mengabur, menjernihkan sisi yang lain
namun bagiku ini membingungkan.
Mungkin jarak tak lagi jadi soal
mungkin apa-apa yang penting tak berarti lagi,
tapi tetap saja aneh..
Mungkin ini keajaiban milikNya,
Mungkin....
Mungkin....
----------------------------------------------------------------------
Aku masih menatap susuran huruf di pesan masukku..
Kamu tahu,
kenapa hujan adalah hadiah Tuhan?
Hujan memercik dengan gemuruhnya
tak membekas di resapan pulau
tapi setelahnya,
ada indah yang nyata
ada hijau yang memecah resah
ada kehidupan yang tersipu, tersenyum cerah..
Itulah kamu bagiku
Itulah kamu dengan caramu memperlakukan aku
Adakah surga dibayar Dengan sebuah mahkota yang ditukarkan? Adakah taman itu ditempuh Hanya dengan kebahagiaan yang dilimpahkan Atas titah tetua pada seorang yang semula ratu Untuk menyerahkan putik kecintaanya Membiarkan pesona-pesona lainnya untuk mekar Bukan hanya dia sebagai mawar yang tertanam di ladang pengharapan?
adakah jalan lain? bagi raja yang ingin memberi bingkisan sempurna taman dimana sang Adam memohonkan rusuknya, Hawa adakah penghormatan lain selain menyerahkan keharuman pinus segar berbaur dengan keharuman jeruk basah bahkan anggrek liar?
“ yang tak kumengerti dari mereka – para lelaki” Terinspirasi buku Asma Nadia, Catatan Hati Seorang Istri
Aku lupa, angin yang biasanya datang menjemput bisuku telah berubah jadi beliung yang meliuk menampar jiwa kanakku
aku lupa, di kidung pagiku tak bersisa embun yang menetes keperakan tapi siulan cahaya yang bertalu diantara guguran daun pohon Willow
aku lupa, mutiara hati tak hanya berkilau mengabarkan keanggunan pekerti tapi juga dapat menggelap pekat menelan hitam yang tak tembus cahaya
dan aku tidak ingat, saat tarian pena kumulai, pedang itu tengah kumainkan...
Pagi ini, bibir cangkirku retak dalam kontradiksi yang kubiarkan masuk perlahan dari teko kebimbangan.. Haruskah kulekatkan? Atau melepaskan setiap serpihan yang bisu dalam satuan waktu..
Kuat itu... Apakah tak menangis? Apakah tak butuh manusia lain? Apakah mendekap badai dan menelan bulat-bulat kesedihan?
Lemahkah? Jika hanya dengan tampikan halus getar itu menyergap, menghantamku? Lemahkah? Jika tawaku hilang terbenam semua keresahan menungguku tenggelam, sesak dalam rawa suram?
Aku mungkin bisa lepas, aku mungkin bisa tertawa tnpa beban, tapi tidak jika kamu berkubang dalam kesendirian tapi tidak, jika kamu menatap kosong padaku. Aku akan kuat demi diriku, tapi tidak jika kamu menyongsong gelap
tak masalah, aku mudah untuk terluka tapi aku juga mudah untuk pulih. Aku mudah menangis, tapi juga tak sulit bagiku tuk tertawa
tak masalah, tapi tidak jika kamu yg bgitu.. Tak masalah, apa yang terjadi padaku tapi tidak, jika menimpa sahabatku..
Karena, aku si lemah yang kuat juga si kuat yang lemah
It was a long journey i started it with no one beside me i just looked everywhere there were a lot of communities there were many kinds people but.. There's a lie in everyone I see
I saw white princess' and princes each of them wore a mask that was sowed by a pearl from the unspeaking depth of ocean they smiled to me, said the goodness 'bout me but... they cursed me like a witch what's the difference of both?
I know, that the world is always like this but.. is there anyone wanna change it?
Kita dekat, membuat iri dunia dan kedekatan itu menjanjikn ujian yang tak mudah
kita dekat, meyakinkan banyak orang bahwa teman sejati bukan hanya sekadar ilusi kedekatan itu pula yangg menciptakan bayang hitam, menyodorkan gelapnya ketidakpercayaan
kita dekat, dan pengujian kita tak kalah merapat jangan katakan yang selama ini hanya imaji kita nyata, kamu tak berbeda bukankah kita di dunia yang sama?
Dan jika banyak hal memaksa kita tuk menyerah, genggam tanganku atau aku yg akan meraihmu 'lewat banyak cara' ya, benar aku kikuk dan menahan kasih sayang
hei, bukankah seseorang berteman karena melihat dirinya pada orang lain? katamu, sok tahu? tapi, kita bisa akui mungkin itu tidak salah.
Cukup, hanya satu dari ribuan stanzaku yang membedakan syair kerinduan tentang teman sejati, seseorang yg darinya lah aku ada
suatu masa, dia akan menderakkan pintu-pintu bahagia menyingkirkan bising kegalauan dan dia menjemputku pada rumah cahaya
hatiku bukan lelah tuk menanti, cuma getar itu tak juga nampak tak juga memperlihatkan riak d air tenangku masih tercukupi semua rinduku, masih terobati semua resahku,
kemarilah setelah titian tangga imanku semakin naik, kemarilah saat sutera kearifan itu selesai kutenun kemarilah setelah selendang azzam ku sempurnakan
dan untuk saat ini, biar aku siapkan segalany dalam khayanganku.. Biar waktu menjadi kawan kita dalam memperbaiki diri takdirmu, takdirku sang waktulah penyampai terbaik atas beritanya..
Mesjid tampak lengang, tak banyak yang berlama-lama singgah karena telah saatnya untuk melanjutkan kembali aktifitas dan pekerjaan. Sesosok tubuh tampak bersandar di dinding sebuah mesjid, di wilayah khusus akhwat. Berkali-kali terdengar helaan nafas dan keluhan kecil dari mulutnya.
“ Dzi, balik yuk ke ke kelas. Kamu gak dengar jeritan bel yang menggelegar tadi?”. Kaila menegursosok yang telah menjadi sahabatnya selama 2 tahun itu.
“ Hiperbolik banget sih.” Sosok yang dipanggil ‘Dzi’ itu menjawab datar sambil beranjak dari duduknya dan merapikan kerudungnya yang setia bertengger sepanjang hari.
******
“ Kay, bisa luangkan waktumu sebentar? Ada yang perlu aku bicarakan.”
“ Aku ada rapat, Nadzirah. Jangan sekarang. Oke?. Love you.” Kaila melangkah menjauh dari Nadzirah sambil menyalaminya dari jauh. Nadzirah mengangguk lemah.
Sudah 3 hari ini Nadzirah tidak tidur. Pikirannya sedang kacau, dan dia betul-betul butuh bicara dengan seseorang sekarang. Masalah yang dihadapinya mungkin tidak seberapa besar, tidak sehebat isu gempa atau segempar masalah bom, tapi ini cukup membuatnya perasaannya tidak keruan dan membuat emosinya labil. Masalah yang pernah dialami oleh seluruh manusia di bumi ini, mengenai kerenggangan hubungan di tengah keluarga karena ketidakpaduan dalam komunikasi. Bagi Nadzirah ini semakin berat, karena kini sahabatnya tidak cukup memiliki waktu untuk mendengarkan keluh kesahnya.
“ Nadzirah, kamu akan ikut acara itu?”. teman di sebelahnya, Hanis bertanya pelan.
“Ehm, acara apa?”, tanyanya setengah sadar dan bingung.
“ Itu.” tunjuk Hanis ke arah selebaran yang sedari tadi dipandangi oleh Nadzirah ketika melamun. “ berminat?”, lanjut Hanis. Nadzirah membaca brosur yang dipegangnya. Sepertinya akan ada ajang diskusi remaja di Sukabumi selama satu minggu ke depan.
“Ehm, aa..aku ikut. Insya Allah.” Putus Nadzirah tanpa berlama-lama berpikir. “ Tidak ada ruginya, acaranya berkualitas kok, diskusi itu sehat.” Batin Nadzirah meyakinkan keputusannya sendiri.
“ Aku rasa akan sangat membosankan sekali. Hehe.. Kamu yakin akan ikut?.” Hanis berujar dengan sangat santai dan membuat hati Nadzirah was-was atas keputusan yang telah diyakininya beberapa detik yang lalu.
“ Ehm, iya… aku pikir menarik.” Nadzirah menenangkan dirinya sendiri dan bertanya, “ Siapa lagi yang akan ikut?”.
Hanis mengerjap. “ tidak ada seorangpun, Nadzirah. Hanya kamu.” Nadzirah tersenyum kecut.
*****
Nadzirah tampak celingukan di antara puluhan yang ada di ruangan itu. Matanya berkeliaran mencari sosok yang mungkin saja dikenalnya, tapi nihil. Nadzirah menghadiri acara diskusi remaja itu tepat sesuai janjinya pada diri sendiri.
“ diskusi remaja, tapi kok yang datang orang-orang berkumis”, batinnya. Dia mulai cemas, yang terlihat di sekelilingnya adalah orang-orang berusia 19 hingga 21 tahun dan beberapa remaja yang seusia dengan dirinya. Kurang sekali peminatnya dari kalangan seusianya batinnya lagi.
“ Permisi. Apa di bangku di sampingmu itu bernomor 78?”, seseorang menegurnya. Nadzirah menoleh, ada seorang lelaki berdiri dengan baju koko putih di sana. Nadzirah mengangguk dan tersenyum sekenanya. Dalam acara ini kursi-kursi di beri nomor, dan setiap peserta duduk berdasarkan nomor yang didapat. Lelaki itu mengangguk sopan dan berterima kasih lalu duduk di kursinya.
Acara dimulai. Peserta diskusi yang berjumlah total 85 orang dibagi menjadi 7 kelompok. Kelompok pertama terdiri dari peserta dengan nomor 1 hingga 15, kelompok kedua terdiri dari peserta dengan nomor 16 hingga 30 dan begitu seterusnya.
Sesi pertama diisi dengan perkenalan antar anggota kelompok masing-masing.
“ Kalian bisa panggil aku, Nadzirah. Aku 17 tahun, semoga kita bisa bekerja sama. Terima kasih.” Nadzirah mengakhiri perkenalan singkatnya. “ Kamu yang termuda di kelompok kita, Dzi. Semangat ya!.” Ketua kelompok 7, Asahy menimpali. Asahy adalah orang yang sangat ramah dan begitu peduli pada orang-orang di sekitarnya. Kini giliran lelaki bernomor 78 itu yang berdiri.
“ Saya Kenzie Muhana, tapi cukup panggil saja Ken. Saya 19 tahun. Terima kasih.” Ujar Ken sambil duduk kembali.
*****
Hari kedua diskusi, membicarakan motivasi dan cita-cita. Bukan topik yang asing dibicarakan, tapi tidak habis-habisnya dibahas. Entah kenapa Nadzirah bergumam sendiri.
“ Aku ingin semua hal terbaik yang bisa aku raih, aku rengkuh untuk kemudian aku dapatkan.” Semua peserta diskusi di kelompok 7 tersenyum.
“ Kalau begitu berusaha lah, selama niat itu ada, kiat itu pasti tidak berhenti kamu lakukan. Tapi jangan pernah berpikiran sempit mengartikan kata terbaik itu, ketika kamu memaksimalkan potensimu, kamu terbaik. Ketika kamu berusaha dengan sekuat tenagamu, kamu terbaik. Ketika kamu meniatkan semua yang kamu lakukandemi Dia yang Maha berkuasa, saat itu kamu berhasil, kamu terbaik!” Asahy berkomentar sambil tersenyum ramah.
Nadzirah tersenyum. Semua orang yang hadir dalam diskusi itu memiliki pikiran-pikiran terbuka dan baginya itu sangat menenangkan, apalagi selama ini dialah yang menjadi ‘tong sampah’ bagi teman-temannya. Nadzirah adalah tempat curhat bagi adik-adiknya.
Kenzie termenung lalu katanya, “ aku ingin kamu memiliki kekuatan serta keyakinan dan karenanya kamu sanggup berdiri dengan apapun yang kamu miliki.”
Nadzirah menoleh. Ken melepaskan kacamatanya, dan berkata lagi, “ saat kamu mendapatkan hal terbaik pun, kamu akan mampu menghadapinya dengan kekuatan dan keyakinan itu.kamu akan melihat hal-hal terbaik dari hidupmu bahkan saat kamu pikir kamu tidak mendapatkannya.”
Nadzirah tertunduk, terkesima dengan perkataan Ken yang begitu mengena di hatinya. Kekuatan dan keyakinan. Itu lah yang dia butuhkan saat ini.
“Jangan mulai lagi deh, Ken. Kamu kutip perkataan itu dari buku apa lagi?.” Hara menyindir Ken dengan senyumnya yang jenaka. Dia sama sekali tidak bermaksud mengejek Kenzie.
“ Dasar kamu!.” Ken tertawa sambil memakai kacamatanya kembali. Nadzirah terpekur. ‘Benarkah itu kutipan dari sebuah buku yang Kenzie baca? Buku apa?’, Nadzirah membatin.
“ Aku bukan plagiator. Kamu tahu hal itu, Ra.” Ken menambahkan.
“Sudahlah, kamu mengutip atau tidak, bukan itu yang menjadi soal. Yang terpenting, Dzi telah mendapatkan kekuatan baru. Bukan begitu, Dzi?.” Aisyah menengahi. Nadzirah tertawa.
“kalian saling mengenal?.” Tanpa sadar Dzi bertanya.
“Ya. Kami memang saling mengenal. Kenzie, si kutu buku. Asahy, motivator amatiran. Hara, pencair suasana. Aku, si penengah, jika mereka bertengkar.” Aisyah mengedipkan matanya sebelah. Lucu.
“ kalian tampak rukun. Satu universitas? Satu kampung atau ….??.” Nadzirah semakin tertarik.
“ Kami berkenalan di forum diskusi remaja, sejak 2 tahun yang lalu. Tidak ada yang satu kampung atau satu universitas tapi kami biasa bertemu setiap ada forum diskusi remaja di Sukabumi. Selebihnya kami berkumpul di perpustakaan umum.” Hara menjawab cepat.
“ Berarti kalian semua suka baca buku dong? Wah…” Nadzirah tidak berhenti berdecak kagum.
“ Yeah, tapi dia rajanya kutu.” Ujar Aisyah menunjuk Kenzie yang terdiam. Ken tidak banyak omong, hanya bicara jika diperlukan dan jika dia mau.